Seakan teringat
kembali akan kisah yang menghanyutkan perasaan, hal yang membuat sesak dada, bagai mempersulit nafas dan mempercepat detak jantung. Darah terpompa dengan deras
seperti hujan yang mendatangi bumi setelah lama tak menampakan diri, yang akan menutup retakan-retakan pada tanah kuning berdebu.
Selasa
malam, dengan bintang yang penuh menghiasi langit seakan berlomba-lomba
menampakan pesona keindahan cahaya nya. Saya bertemu (kembali) dengan seorang
wanita muda, cantik dengan senyuman bersahabat, mengenakan hijab kuning
terlihat mempesona diantara banyak pengunjung lainnya.
Disuatu
pusat perbelanjaan siap saji yang bercirikan bangunan berwarna merah menyala,
pandangan mata saya teralihkan oleh orang ini, dia adalah adik tingkat saya
ketika kuliah. Seorang adik tingkat yang pernah saya masukan dalam sudut-sudut
hati saya. Seorang perempuan yang pernah saya sukai, salah seorang wanita yang
pernah membuat dada saya bergetar kala melihatnya.
Saya bukan
seseorang yang benar-benar pandai dalam mengungkapkan kata-kata, bukan
seseorang yang benar-benar pandai dalam menyusun kalimat indah, namun dalam
ungakapan ini, akan saya optimalkan semua itu semaksimal mungkin.
Pertemuan
ini membuat fikiran saya jauh ke lima tahun silam, ketika berbagai mata kuliah
masih menjadi rutinitas saya, terseliplah dua sosok wanita yang telah tergambar
di hati ini. Dua sosok wanita yang salah satu nya telah benar-benar menjadi
kenangan dan salah satunya lagi telah hilang lenyap di telan keadaan.
Tentu
saja ini bukan ungkapan penyesalan yang ingin disampaikan oleh seorang pemuda,
bukan suatu ungkapan kesedihan dari mahkluk ciptaan tuhan, bukan sebuah ratapan
kegelisahan hati seorang lelaki. Namun pengalaman ini membuat saya lebih
mengerti tentang apa itu penyesalan, kesedihan, dan kegelisahan.
Kala itu,
hati saya telah memilih siapa yang akan disimpannya, siapa yang akan
mendapatkan banyak tempat terbaik di
lekukan ruang-ruang yang ada, dan yang akan tertanam rapih. Seorang wanita telah
menjadi kenangan indah yang akhirnya
membuat saya membulatkan pilihan dan membuang jauh-jauh perasaan saya terhadap
adik ini.
Ketika saya
masih menjadi senior di organisasi kemahasiswaan yang saya ikuti, yah kira-kira
2 bulan setelah berjalannya semester lima. Saya bertemu dengan adik ini yang merupakan mahasiswa baru di jurusan yang sama.
Pandangan
mata saya yang kala itu masih jelas melihat tanpa bantuan kaca mata, begitu
terpesoan akan sosok adik ini. Dia terlihat begitu anggun dengan hijabnya, beserta kulit putih yang membuat nya terlihat lebih menarik, dan senyuman manis yang
membuat nya semakin mempesona.
Saya
sempat berusaha mencari tahu segala tentangnya, mengandalkan posisi saya sebagi
seorang senior, yah bisa di akui saya menyalah gunakan posisi saya pada saat
itu. kala itu saya memiliki akses untuk melihat catatan identitas semua
mahasiswa baru yang ingin mengikuti organisasi yang tengah saya jalani ini, dan
disitu lah saya mendapakan banyak data tentang dia sebagai modal.
Tidak gentle?
Oh tentu
saja tidak, walau saya telah memiliki semua data yang kala itu saya butuhkan,
namun saya tetap memintanya langsung kepada adik ini. Semua yang saya miliki
ini hanya sebagai back up saja. Hehehee :P
Malam
itu ketika saya pulang dari mengantar teman mempermak salah satu celana yang
dimilikinya, rasa lapar terus mengganggu saya. Banyak sebenarnya tempat yang menjajahkan
makanan, namun entah kenapa saya ingin sekali berbelanja di salah satu pusat
perbelanjaan siap saji ini, mungkin karena warna merah dibangunannya membuat
saya tertarik. Terletak disebelah kiri bangunan itu, sebuah tanah luas yang di
gunakan sebagai area parkir menjadi tempat saya dan teman menitipkan kendaraan
kami untuk sementara. Saya telah melihat
adik ini dari awal kedatangan kami, namun karena takut salah orang saya
berpura-pura tak melihatnya.
Masuk dan
memesanan makanan yang nantinya akan saya bawa pulang merupakan tujuan utama
saya, tentu saja mata saya melirik adik ini untuk memastikan bahwa benar dia
adalah seorang wanita yang kala itu pernah saya taksir.
Tak begitu
lama, kurang dari sepuluh menit saya sudah mendapatkan apa yang saya pesan, dan
seperti sebelumnya, saya keluar bagai tak mengenal adik ini. Namun disinalah
kegalauan itu mulai terjadi. Ketika kendaraan yang saya tumpangi sudah siap
untuk di gunakan, mulailah keberanian
diri muncul, dengan jelas saya melihat kearahnya. Lalu dengan senyuman
manis yang sangat mempesona, adik ini menganggukan kepalanya yang tersemat
hijab kuning, tanda ia mengakui bahwa kami saling mengenal satu sama lain. Mulai lah detak nadi ini bergerak dengan tidak beraturan
kala itu, sangat terasa seperti momen beberapa tahun silam. Ternyata saya telah
melewati kesempatan untuk kembali berteman dengannya.
Well,
ketika semua ini dituliskan, hati saya telah yakin bahwa itu hanyalah sebagai
pemanis cerita hidup saya. Toh akhirnya nanti InsyaAllah saya akan memiliki
seorang wanita yang akan saya ikat dirinya dihadapan wali nikah yang sah. Dan saya
percaya, tuhan telah mempersiapkan semua itu dengan manis untuk saya.
Semoga.
hahahah..kisahnya maniss..tapi msih kurang berani untuk memaparkan kalimat2 indah nan pujangga..so ttp it's ok untuk pemula dalam blogernya de'..suksess yeeii..kalo bisa update donk kisah pribadinya..ciiyee
BalasHapusoke terimakasih, mohon terus untuk memberi masukan..
BalasHapus